Selasa, 22 Februari 2011

Jasad Gus Dur Sangat Manusiawi


Selasa, 22 Februari 2011 12:12 Jakarta, NU Online
Setelah empat kali mengalami pengurukan akibat longsor dalam setahun, makam Gus Dur semakin ramai di kunjungi para peziarah. Hiruk pikuk dan kehebohan masyarakat menyikapi fenomena longsornya makam mantan Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid terus berlanjut.

Setalah berbagai kalangan mengutarakan pendapatnya mengenai pertanda kewalian Gus Dur, kini giliran para santrinya di Pesantren Ciganjur yang angkat bicara. Para santri di Pesantren Ciganjur inilah yang dahulu memandikan jenazahnya, kala Gus Dur sang pengasuh para santri ini dipanggil menghadap Sang Khaliq.

"Waktu para santri memandikan jenazahnya, jasad Gus Dur kelihatan sangat manusiawi. Kulitnya cerah, seperti biasa waktu beliau kami sering mengajar santri-santrinya," tutur Mahbib salah seorang santri yang dulu turut memandikan.

Sementara para santri lain menceritakan kepada NU Online, Selasa (21/2), sewaktu memandikan Gus Dur para santri melihat jasad Gus Dur dalam ekspresi yang wajar. Tidak tampak pucat tidak pula seperti orang mati.

Menurut Mahbib, para santri bergiliran memandikan di samping rumah sebelum jenazah disemayamkan di ruang tengah untuk disholatkan secara bergiliran pula. Sholat Jenazah untuk Gus dur di kediaman Ciganjur sendiri, berlangsung berkali-kali sejak dimandikan hingga sebelum diberangkatkan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma. Dari Bandara Halim Perdana Kusuma ini jenazah kemudian diterbangkan ke peristirahatan terakhirnya di Tebuireng Jombang.

"Tidak terhitung berapa kali sholat dilakukan bergantian. Para jamaa terus berduyun-duyun sholat di hadapan jenazah. Sementara mereka yang tidak bisa masuk, lalu melaksanakan sholat jenazah di Masjid al-Munawwaroh," tutur Ahsin, imam Masjid al-Munawwaroh Ciganjur. (min)

TNI Juga Harus Teladani Nabi Muhammad


Selasa, 22 Februari 2011 13:40
Bandung, NU Online
Sosok Nabi bukanlah sekedar pemimpin agama dan pedagang saja, melainkan Nabi Muhammad adalah juga sosok militer. Karenanya,  para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus mampu meneladani sosok Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin yang lengkap dan paripurna. 

“Nabi Muhammad merupakan pemimpin negara, panglima perang, imam di masjid, sekaligus imam di rumah tangga,” kata KH Suherman, dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad di Masjid al-Mu’min Secaba Rindam III/Siliwangi, Bandung, Senin (21/2).

Menurut Suherman, Nabi Muhammad terkenal sebagai pemimpin tentara yang gagah berani dan ahli perang dengan memimpin sendiri Perang Uhud, Perang Badar, dan lain-lain. “Perang Badar merupakan kemenangan terbesar yang dicapai ketika kaum Muslimin melaksanakan puasa Ramadhan,” katanya.

Namun, ketika para prajurit tergiur dengan masalah harta sehingga tidak mematuhi aturan pemimpinnya menimbulkan kekalahan. “Seperti Perang Uhud di Madinah ketika banyak sahabat nabi termasuk paman nabi, Hamzah, mati syahid akibat para prajurit pemanah meninggalkan posnya untuk memburu harta,” ucapnya seperti dilansir pikiran-rakyat.com.

Dalam acara bertajuk “Jadikan Hikmah Maulud Nabi untuk Landasan Moral Prajurit TNI” ini selainj para para prajurit TNI, hadir juga para tokoh masyarakat. Selain itu acara ini juga dihadiri oleh jajaran Kapolsek se-Bandung Timur, tokoh masyarakat, dan anggota Secaba Rindam III/Siliwangi. (ful)

Hasyim: Indonesia akan Besar Jika Ulama Lurus


Selasa, 22 Februari 2011 17:00
Surabaya, NU Online
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, mengingatkan jika masalah bangsa ini semakin kompleks dan makin banyaknya orang pintar di Indonesia. Tapi, orang benar jumlahnya semakin sedikit. Itulah yang membuat bangsa ini terancam, karena semakin banyak orang berlaku korup.

“Negara Indonesia bisa besar jika ulama mau berjalan dengan lurus di tengah semakin banyak ulama yang melupakan jalan dakwah dengan lebih memilih jalan menguntungkan dirinya sendiri daripada umat, “ tandas Hasyim Muzadi dalam seminar ‘Nasional NKRI, Aswaja, dan Masa Depan Politik Islam Nusantara’ dalam rangka Harlah NU ke 88 tahun di Surabaya, Selasa (22/2).

Menurut Hasyim munculnya ulama parpol adalah gejala yang tidak baik. Oleh sebab itu NU harus meluruskan hal itu dan tidak boleh dibiarkan demi kebaikan bersama. Acara itu dihadiri Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie; Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali; pengamat politik Yudie Latif, dan Ketua Umum Front Pembela Islam, Habib Rizieq dan ulama se-Indonesia.

Sementara itu kata Ketua Tanfidz Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Mutawakkil Alallah, pemerintah agar jangan sekali-kali meninggalkan NU dalam membangun bangsa Indonesia. Melainkan pemerintah harus patuh kepada kritik ulama NU yang sering mengingatkan saat pengambilan kebijakan pemerintah yang menyimpang.

"Untuk itu, jika pemerintah mengabaikan masukan ulama NU akibat melakukan kebijakan yang tak berpihak pada rakyat, maka siap-siap saja ditinggalkan warga NU. Di mana dalam sejarah bangsa Indonesia, pemerintah yang bertentangan dengan NU itu akan gagal," ujar Mutawakkil saat membuka seminar tersebut.

Oleh sebab itu Mutawakkil menghimbau kepada setiap ulama agar berani terus mengkritik ketidaklurusan yang dilakukan pemerintah. Ia meminta pemerintah harus dikritik jika memang sudah tidak berpihak kepada rakyat kecil.

"Tapi, ulama NU juga wajib mendukung pemerintah jika kebijakannya berpihak pada rakyat dan terus mengeluarkan kebijakan yang baik. Jika benar harus didukung, jika salah harus diluruskan," ujar Mutawakkil.(amf/ant)

Senin, 21 Februari 2011

Kader Ansor Jangan Terpancing Kekerasan

Habib Luthfi: Kader Ansor Jangan Terpancing Kekerasan
Senin, 21 Februari 2011 09:02
Kudus, NU Online
Penasehat Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, dalam kondisi rawan disintregasi, Ansor dan Banser tidak boleh  terpancing dengan isu-isu agama yang menimbulkan kekerasan. Untuk menyikapinya,  Ansor harus selalu  memberi teladan  mengedepankan budi pekerti.

“Jangan terbius isu-isu yang seolah-olah merebut hati orang NU, padahal semestinya untuk memancing kemarahan warga NU. Ibaratnya setelah kita bangkit, penebar isu meninggalkan kita,” kata Habib Luthfi di depan ribuan kader Ansor dan Banser se karesidenan Pati di Pondok Pesantren As-Sa’idiyah Desa Kirig Mejobo Kudus, Sabtu (19/2).

Habib Luthfi menambahkan, Ansor perlu membuka diri dengan berkomunikasi pada komponen bangsa yang lain supaya bisa mendapat  isu-isu dan informasi  yang benar. "Saya mengusulkan Ansor  bisa mengadakan istighotsah di tempat-tempat pemerintahan, polisi maupun TNI sekaligus minta masukan dari beliau,” ujar Habib Luthfi.

Di awal taushiyahnya, Habib memaparkan pentingnya menumbuhkan kembali  jiwa nasionalisme. Menurutnya, sekarang ini  jiwa patriotisme maupun nasionalisme sudah mulai luntur terutama di kalangan pemuda. Salah satu ukurannya, masyarakat belum bisa menghargai  pemimpin dan karya bangsa sendiri.

“Kenapa kita minta dihargai, bila semangat nasionalisme sendiri kita luntur. Ini tantangan Ansor untuk menunjukkan kepeloporannya cinta tanah air,” kata Habib Luthfi yang juga pemimpin jam'iyah tarekat-tarekat muktabarah NU ini.

Di samping melakukan konsolidasi dan komunikas , saran Habib, Ansor harus selalu mendekatkan diri kepada ulama. Sebab, Ulama  memiliki koitmen dan semangat patriotisme dalam mengawal  bangsa. "Apalagi ulama memiliki andil besar terciptanya kondisi bangsa, pasti banyak tauladan yang bisa kita peroleh,” jelasnya.

Habib Luthfi meminta GP Ansor harus menjadi teladan hidup masyarakat, terutama para pemuda. Untuk itu, setiap elemen di dalam GP Ansor perlu mengangkat pedang ekonomi kerakyatan, intelektual, dan religiusitas, bukan malah pedang peperangan. “Dengan modal dan semangat itulah yang mampu menjawab tantangan dan problem umat,” pungkasnya.

Sementara itu, acara yang dikemas sebagai silaturrahim dan konsolidasi PP Ansor dengan PAC dan PC ini,  menurut rencana akan dilaksanakan di seluruh  karesidenan  di wilayah Jawa. Tujuannya menyamakan langkah dalam menjalankan program-program GP Ansor hasil keputusan Kongres Ansor di Surabaya.

Dalam acara di Kudus kemarin, selain Habib Luthfi, hadir juga Ketua Umum PP Gp Ansor H Nusron Wahid, dan PW GP Ansor Jateng Jabir Al Faruqi. (adb)

Minggu, 20 Februari 2011

Kewalian Gus Dur Masuk Akal


Jumat, 11 Februari 2011 14:30 Jakarta, NU Online
Polling yang dilakukan NU Online antara 30 Desember 2010-11 Februari tentang kewalian Gus Dur menunjukkan sebanyak 49 persen percaya Gus Dur  seorang wali, 27 persen mempercayai Gus Dur orang cerdas dan multibakat, 18 persen menganggap Gus Dur orang biasa dan 6 persen mengaku tidak tahu.

Wakil Sekjen PBNU Enceng Sobirin Najd mengaku tidak heran terhadap persepsi masyarakat tersebut karena kewalian Gus Dur sangat masuk akal.

“Gus Dur memiliki banyak keistimewaan, tak hanya terlihat saat hidup, tetapi juga setelah meninggal dan kelebihannya ini tak hanya diakui oleh para pengikutnya, tetapi juga musuh-musuhnya,” katanya, Jum’at (11/2).

Ia menjelaskan banyak sekali pernyataan dan ungkapan Gus Dur yang terbukti setelah ia meninggal, salah satu yang sering dirujuk orang adalah tentang sikap DPR yang seperti taman kanak-kanak.

Masyarakat Indonesia, kata Enceng yang berkarir lama di lembaga penelitian LP3ES, meyakini bahwa semuanya yang bisa dipercaya tak harus inderawi,. Fenomena wali merupakan salah satu wujud keyakinan adanya hal-hal yang sifatnya spiritual dan diluar kemampuan manusia biasa.

“Menurut ajaran Islam, yang tahu seorang wali diantara sesama wali itu sendiri. Kewalian akan dipercaya orang kalau sudah meninggal. Gus Dur masuk kriteria seperti itu,” katanya.

Kalangan yang mengikuti pendekatan saintis, hanya percaya apa saja yang bisa dinalar, sehingga tidak percaya adanya fenomena kewalian. Tetapi mereka tetap percaya bahwa seseorang memiliki kelebihan tertentu diatas kemampuan rata-rata manusia.

Adanya kewalian Gus Dur, melalui sebuah polling melalu jaringan internet juga menunjukkan, kalangan yang memiliki akses luas terhadap intenet dan informasi secara global tetap meyakini fenomena kewalian, termasuk pada Gus Dur. (mkf)

Gus Ipul: Keberanian Gus Dur Tanda Kewalian


Jumat, 18 Februari 2011 13:30 Jakarta, NU Online
Tak ada orang yang tahu seseorang telah menjadi wali atau kekasih Allah keciali wali lainnya. Meskipun demikian H Saifullah Yusuf, wakil gubernur Jawa Timur juga yakin akan kewalian yang ada pada Gus Dur.

Ia merujuk pada sebuah ayat Qur’an, Ala inna aulia allahi la khoufun alaihim wala hum yahzanuun yang dalam arti bebasnya, para wali merupakan orang yang tidak punya rasa takut kecuali pada Allah.

“Gus Dur pada batas tertentu diatas rata-rata keberaniannya, ketakutannya terhadap urusannya dunia terbukti tak pernah menghalangi perjuangan dia untuk, katakanlah menolong ummat, membantu masyarakat, maka ia tak punya rasa takut kepada apa pun kecuali Allah,” katanya, Kamis (17/2). 

Mengenai aspek mistis dari Gus Dur, Saifullah Yusuf yang masih keponakan ini mengaku tak pernah melihat sesuatu yang di luar nalar dari Gus Dur.

“Ndak ada mistis dari Gus Dur, tetapi beliau ahli silaturrahmi, baik pada yang hidup atau pun yang mati. Al ahyak minhum wal amwat. Wong NU kalau ketemunya yang urip (hidup) saja, kurang NU. Diparani kabeh (didatangi semua), ini ciri khas NU,” tuturnya.

Tentang hubungan pribadinya yang ngak selalu cocok, ia menjelaskan, Gus Dur yang ngajarkan perbedaan. “Gus Dur ngerti ini konsekuensi apa yang selama ini diyakini. Dia membesarkan orang yang suatu ketika berhadapan dengan dirinya, baik dari sisi pemikiran dan politik, itu biasa, baginya. Dan ini dibawa sampai meninggal,” paparnya.

Ia menambahkan kembali bahwa seorang wali memiliki keunggulan komparatif dibanding manusia biasa, melampaui umumnya manusia, baik dalam akidahnya atau ketaqwaannya.

“Saya mengaggap Gus Dur diatas rata-rata, karena diberi di atas rata-rata berarti kekasih Allah. Gus Dur ora duwe wedi,” tandasnya. (mkf)

Banyak Orang Alim Jasadnya Tetap Utuh


Ahad, 20 Februari 2011 07:36 Surabaya, NU Online
Ketika makam KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ponpes Tebuireng Jombang ambles, Selasa (15/2/2011), kain kafannya terlihat tetap putih bersih. Jasadnya masih utuh. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Ahli Geologi Yogyakarta Agus Hendratno pernah menyatakan, dari teori geologi, memang bisa saja jasad manusia yang dikubur akan tetap utuh. Penyebabnya mungkin saja di dalam tanah itu tidak terdapat hewan organik yang bisa mengubah jasad manusia, seperti kulit dan daging menjadi tanah.

"Sebenarnya peristiwa utuhnya jenazah masuk lebih kepada urusan spiritual. Tapi kalau mau dikait-kaitkan ke dalam teori geologi, bisa saja di liang lahat itu tidak terdapat hewan organik," urainya seperti dilansir beritajatim.com.

KH Said Budairy juga pernah membahas jasad yang diketahui masih utuh walau sudah meninggal beberapa tahun. Menurutnya, jasad itu dilindungi oleh Allah. "Kejadian seperti itu sudah sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dan biasanya yang jasadnya seperti itu adalah orang-orang yang hafidz Alquran dan alim," jelasnya.

Ditambahkannya, untuk melihat kealiman si jenazah bisa dilihat dari perjalanan hidup almarhum. "Dan kalau seperti yang saya dengar kiai itu sebagai orang yang ahli ilmu, itu sudah tidak salah lagi. Berarti kiai itu dilindungi Allah di dalam kuburnya," imbuhnya.

Sekadar diketahui, peristiwa jasad utuh memang tidak hanya dialami oleh Gus Dur. Bulan Agustus tahun 2009, warga Tangerang dikagetkan ketika menyaksikan jasad Kiai Abdullah Mukmin masih utuh. Padahal usia jasad tersebut sudah 26 tahun. Kiai Abdullah adalah seorang guru agama. Pada tahun 1950-an, setelah belajar di Darul Ulum, dia ke Makkah selama 25 tahun.

Peristiwa yang sama terjadi di Banjarmasin September 2009. Saat itu makam Murah bin Jamil dibongkar untuk dipindahkan, pihak keluarga kaget, kondisi rangka, kulit, daging rambut dan gigi masih tetap terpasang. Padahal Murah bin Jamil telah meninggal 8 tahun sebelumnya.

"Beliau dikenal orang yang sederhana, baik hati dan perhatian dengan keluarga. Bahkan, beliau sayang dengan masyarakat sekitar," kata salah satu anggota keluarga, waktu itu.

Di Pekalongan, justru ada jasad yang dikubur lebih dari 30 tahun ternyata masih utuh. Bahkan kain kafan dan talinya tak rapuh. Peristiwa langka ini menggegerkan warga sekitar Pemakaman Umum Kompleks Masjid Al Husein, Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, pada bulan Mei 2010. Sayangnya, warga tidak mengetahui nama dan ahli waris dari jenazah tersebut.

Masih banyak kejadian orang meninggal puluhan tahun tetapi jasadnya masih utuh. Sama seperti Gus Dur, mereka adalah orang-orang yang selama hidupnya berlaku baik dan beribadah kepada Allah SWT. (mad)

Kamis, 17 Februari 2011

MEREK DALAM PERSPEKTIF FIQIH


Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek memiliki banyak fungsi, di antaranya ia mencerminkan sebuah barang atau jasa dari segi jenis, kualitas, mutu, dan cara penyajian. Seorang konsumen yang pergi ke restoran Kentucky Fried Chicken, misalnya, menganggap bahwa tingkat kualitas makanan di semua restoran yang berlabel Kentucky Fried Chicken semua sama, terlepas dari jarak antara mereka. Artinya, restoran KFC di Amerika sama dengan KFC di Indonesia dalam hal kualitas, mutu dan cara penyajian, meskipun jaraknya jauh.
Merek merupakan problematika baru yang muncul seiring makin menggeliatnya aktivitas bisnis. Merek digunakan pertama kali di negara-negara eropa. Sebab itu, pada sekitar pertengahan abad 19, berbagai undang-undang tentang perlindungan merek mulai bermunculan di sana. Baru pada sekitar permulaan abad 20, merek mulai masuk di komunitas masyarakat Islam. Dari sini para ulama berusaha mengkaji hakekat merek dan hukum memakainya sebagai objek transaksi, agar masyarakat khususnya pemakai merek merasa nyaman akan legalitas transaksi tersebut.
Hakekat Merek
Ulama fiqih kontemporer memasukkan merek ke dalam beberapa kategori: Pertama, merek sebagai harta kekayaan (al-Mal). Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang pengertian dan cakupan al-Mal. Ulama mazhab Hanafi membatasi cakupan harta hanya pada barang atau benda, sedangkan mayoritas ulama memperluas cakupannya sehingga tidak terbatas pada benda saja, tapi juga hak-hak (huquq) dan manfa’at (manafi’).
Dalam hal ini, penulis menganggap pendapat mayoritas ulama lebih unggul dibanding pendapat ulama mazhab Hanafi yang membatasi pengertian harta hanya pada benda atau barang saja. Hal itu karena pendapat kedua ini tidak relevan dengan perkembangan zaman. Buktinya, sekarang banyak hal yang bukan dalam bentuk barang tetapi dianggap sebagai harta kekayaan, seperti hak cipta dan hak paten yang bisa dikomersilkan dan mendatangkan keuntungan materi bagi pemiliknya.
Untuk saat ini, salah satu hal non materi tetapi bisa dikomersilkan dan dapat mendatangkan keuntungan luar biasa bagi sang pemilik adalah merek. Sebuah merek akan mendatangkan keutungan bagi pemiliknya apabila terkenal akan kualitas barangnya sehingga banyak diminati oleh para konsumen. Bahkan, kadang-kadang harga sebuah merek jauh lebih mahal dibanding harga perusahaannya.
Barangkali, hasil riset perusahaan Firma riset Millward Brown BrandZ akan membuat kita tercengang, di mana perusahaan itu menempatkan Google sebagai merek terbaik di bidang teknologi dalam daftar 100 merek paling berharga tahun 2010. Disusul dengan merek Apple, IBM, dan Microsoft pada posisi kedua, ketiga, dan keempat.
Millward Brown menilai merek Google bernilai lebih dari US$114 miliar. Jumlah ini 14% lebih besar dari nilai pada 2009. Sedang nilai IBM meningkat 30% menjadi US$86 miliar, dan Apple 32% (US$83 miliar). Microsoft berada di posisi keempat dengan nilai merek sebesar US$76 miliar. Di bawahnya terdapat produsen minuman ringan Coca Cola dengan nilai merek diperkirakan sebesar US$68 miliar.
Semua fakta di atas menunjukkan kepada kita betapa merek telah menjadi harta yang bisa mendatangkan manfaat bagi pemiliknya. Karena itu, ia wajib dijaga dan dilindungi.
Kedua, Merek bisa dijadikan sebagai hak milik (milkiyah). Ia bisa dijadikan sebagai hak milik karena merupakan harta yang bermanfaat dan mendatangkan maslahat bagi perusahaan pemilik maupun bagi konsumen. Apalagi sang pemilik telah mengucurkan tenaga, pikiran, waktu dan dana yang tidak sedikit untuk membuat sebuah merek berikut produk dengan kualitas baik, lalu mempublikasikannya melalui iklan-iklan di televisi, radio, internet dan lain-lain, yang kesemuanya juga membutuhkan biaya. Sebab itu, maka sangat pantas bila jerih payahnya dilindungi dan kepemilikanya terhadap merek diakui.
Perlindungan Atas Merek
Pada dasarnya perlindungan atas merek dalam syariat Islam kembali kepada perlindungan atas harta dan hak milik. Islam sangat menghormati harta dan hak milik. Kaitanya dengan harta Islam menjaganya dengan cara mensyariatkan berbagai macam transaksi seperti jual beli, sewa menyewa, pergadaian, sebagaimana Allah mengharamkan riba, penipuan, pencurian, dan mewajibkan hukuman potong tangan bagi pencuri.
Sedangkan tentang hak milik, Islam bukan saja mengakui hak milik tetapi juga melidunginya dari manipulasi dan pemborosan. Sebab itu Islam mensyariatkan validasi hutang dengan cara mencatatnya, sebagaimana firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang piutang tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (Al-Baqarah: 282).
Akan tetapi di sana-sini kita masih sering mendengar berita pemalsuan merek yang bukan hanya merugikan pemilik merek tetapi juga konsumen. Masih hangat di pikiran kita pemalsuan Merek DUNKIN’ DONUTS dengan DONATS’ DONUTS di Yogyakarta, di mana merek DUNKIN’ DONUTS milik DUNKIN’ DONUTS INC., USA yang telah terdaftar di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.
Pemalsuan merek melanggar undang-undang Negara Republik Indonesia, terutama UU nomer 15 tahun 2001 tentang merek, sebagaimana melanggar Syariat Islam. Karena itu, maka hukumnya haram sebab termasuk dalam kategori penipuan, bahkan kadang-kadang pemalsuan merek bisa mengancam keselamatan konsumen, terutama apabila yang dipalsukan berupa merek makanan, minuman, atau obat-obatan.
Barangkali kita masih ingat kejadian pesta minuman keras oplosan yang berujung maut di Wonogiri pada bulan Februari lalu, di mana polisi mensinyalir adanya pemalsuan merek oleh pabrik pembuat dengan nama Vodka.
Kejadian di atas – terlepas dari hukum haram mengkonsumsi minuman keras – merupakan salah satu bukti betapa pemalsuan merek bisa merugikan banyak pihak, baik kerugian berupa material, bahkan kadang bisa merugikan kesehatan. Oleh karena itu, para ulama fiqih mengharamkan pemalsuan merek.
Sedangkan mengenai hukuman yang pantas buat pemalsu, dalam syariat Islam tidak ada nash yang membahasnya. Oleh sebab itu maka hukuman yang paling cocok – menurut hemat penulis - adalah ta’zir karena ta’zir merupakan hukuman terhadap suatu kejahatan yang belum ada ketentuanya dalam syariat Islam. Hukuman ta’zir merupakan hak prerogatif pemerintah; apa hukuman yang pantas diberikan kepada pelanggar, dengan mempertimbangkan bentuk pelanggaran, keadaan pelanggar serta ekses yang timbul akibat pelanggaran itu.

Merek Sebagai Objek Transaksi
Telah disebutkan di atas bahwa fiqih menganggap merek sebagai harta kekayaan yang bisa dijadikan sebagai objek kepemilikan. Dari sini fiqih melegalkan merek sebagai objek transaksi, baik dalam transaksi jual beli, sewa menyewa (pemberian lisensi), dan sebagainya.
Pertama, Jual beli merek. Kurang lebih ada dua metode jual beli merek: cara pertama, suatu perusahaan membeli merek dari perusahaan lain dengan kesepakatan perusahaan penjual akan menyertakan para pakar guna mengajarkan kepada karyawan perusahaan pembeli tentang tata cara pembuatan barang sesuai standar kualitas barang yang diproduksi perusahaan penjual.
Jual beli jenis isi, pada hakekatnya, merupakan jual beli atas pengalaman, sedangkan penyertaan merek merupakan kompensasi dari jual beli itu. Oleh karena itu maka hukumnya boleh dengan dua syarat; merek tersebut harus terdaftar secara sah dan jual beli itu tidak menyebabkan penipuan bagi konsumen.
Cara kedua, jual beli antara kedua perusahaan tanpa disertai kewajiban penjual untuk mengajarkan tata cara pembuatan barang. Adapun tujuan jual beli itu hanya agar barang produksi perusahaan pembeli laku keras di pasaran karena memakai merek itu. Hukum jual beli ini adalah haram karena adanya unsur penipuan, dan menyebabkan salah faham bagi konsumen.
Kedua: Menyewakan merek (memberikan lisensi). Dalam tradisi bisnis modern kita sering mendengar istilah lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Dari definisi di atas bisa kita ketahui bahwa akad pemberian lisensi secara substantif sama dengan akad ijaroh dalam fiqih klasik. Ijaroh (operasional lease) dalam fiqih sering diartikan sebagai akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Akad ini disyariatkan dalam Islam karena kebutuhan manusia untuk saling menyewakan barangnya.
Dalam fiqih klasik objek yang boleh disewakan tidak terbatas pada barang saja, namun manfaat barang juga boleh disewakan dengan syarat manfaat itu diketahui secara jelas, bisa dipakai dan berupa manfaat yang mubah secara syara’. Oleh karena itu maka akad lisensi hukumnya legal secara syara’ karena termasuk dalam akad sewa menyewa.
Dari pemaparan di atas bisa kita tarik garis kesimpulan bahwa merek masuk dalam kategori harta, sebab itu seluruh ketentuan-ketentuan yang berlaku pada harta benda juga berlaku padanya, seperti bolehnya dimiliki dan dijadikan objek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.
Di samping itu, merek dilindungi dalam fiqih. Menjiplak, meniru, atau memalsukan merek hukumnya haram, dan para pelakunya akan dikenai hukuman ta’zir, yang bisa berupa denda, penjara, atau apa saja yang menurut pemerintah patut diberikan, dengan mengaca pada pelaku pelanggaran, jenis pelanggaran, dan sejauh mana dampak pelanggaran itu terhadap aktivitas bisnis maupun terhadap konsumen. Wallahu a’lam.

MAULID NABI DAN KEBANGKITAN UMMAT


Al-Qur'an telah merekam sebuah zaman yang sangat gelap. Kebodohan dan kesombongan menjadi kebanggaan. Anak-anak kecil laki-laki yang baru lahir dibunuh begitu saja. Fir'aun yang pada waktu itu paling berkuasa mengaku dirinya tuhan. Pada saat yang demikian menyedihkan itu Allah lahirkan seorang anak kecil, yang bernama Musa, di mana kelak ia terpilih sebagai Nabi yang mengajarkan kebenaran, membangkitkan kemanusiaan, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan.
Al-Qur'an telah merekam sebuah zaman yang sangat gelap. Kebodohan dan kesombongan menjadi kebanggaan. Anak-anak kecil laki-laki yang baru lahir dibunuh begitu saja. Fir'aun yang pada waktu itu paling berkuasa mengaku dirinya tuhan. Pada saat yang demikian menyedihkan itu Allah lahirkan seorang anak kecil, yang bernama Musa, di mana kelak ia terpilih sebagai Nabi yang mengajarkan kebenaran, membangkitkan kemanusiaan, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan. Jauh setelah zaman itu, pada pertengahan abad ke enam Masehi, muncul sebuah zaman yang sama. Syeikh Abul Hasan Nadwi melukiskannya sebagai puncak zaman hancurnya kemanusiaan. Akal yang Allah berikan kepada mereka, digusur dengan minuman-minuman keras yang sangat merajalela. Manusia pada waktu itu tidak lagi berjalan dengan akalnya, melainkan disetir oleh hawa nafsu kebinatangannya. Yang kuat memeras yang lemah. Wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia, melainkan semata simbol seks dan pemuas hawa nafsu. Akidah yang dibawa para Nabi sebelumnya, lenyap ditelan kebodohan. Mereka tidak lagi menyembah Allah, Pencipta alam semesta, melainkan menyembah patung-patung yang mereka ciptakan sendiri. Buku-buku suci yang dibawa para Nabi, seperti Injil, mereka gerogoti kewahyuannya. (lihat Al Sirah Nabawiyah, oleh Abul Hasan Al Nadwi, Mansyuratul Maktabah Al Ashriyah, Bairut, 1981, hal. 19-67 ).
Jazirah Arab pada waktu itu benar-benar dalam puncak kegelapan dan kerendahan moral. Ustadz Sayyid Qutub menggambarkannya, bahwa kedzaliman pada saat itu menjadi suatu keharusan. Jika tidak berbuat dzalim, pasti didzalimi. Minuman yang yang memabukkan, bukan hanya kebiasaan, melainkan sebuah kebanggaan. Pernikahan yang berjalan di tengah masyarakat pada waktu ada empat macam :
(1). Nikah seperti biasa, yang laki-laki melamar perempuannya dan menikahinya. (2) Seorang suami yang menyuruh istrinya untuk berselingkuh dengan seorang yang ditentukan sampai hamil, dengan maksud untuk mendapatkan keturunan yang pandai, ini namanya nikah istibdha'. (3) Seorang perempuan melakukan hubungan dengan beberapa laki-laki, jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Setelah anak itu lahir, perempuan itu memanggil semua laki-laki yang menghubunginya, lalu ia menentukan bapak sang anak itu di antara mereka. (4) Seorang wanita melakukan hubungan dengan banyak laki-laki tak terbatas jumlahnya. Begitu wanita itu melahirkan, semua laki-laki yang pernah menghunginya berkumpul, lalu memilih siapa yang wajahnya mirip dengan anak itu sebagai bapaknya. ( lihat Ma'alim fit Tharieq, oleh Sayyed Qutub, Darusy Syuruq, Bairut 1980, hal.31-32 ).
Dari apa yang baru saja kita paparkan, terlihat dengan jelas bahwa kemanusiaan di Jazera Arab pada waktu itu sungguh sangat hancur. Sampai-sampai seorang yang bernama Abrahah tiba-tiba berniat untuk menghancurkan Ka'bah, tempat yang sangat Allah sucikan. Suatu tindakan kebodohan yang demikian jelas. Dan Abrahah memang serius untuk menghancurkan Ka'bah. Pada waktu itu ia dan pasukan gajahnya sudah berangkat dari Yaman menuju Makkah. Namun Allah Maha tahu akan niat jahat Abrahah. Sebelum mereka mencapai tujuannya Allah segera mengirimkan burung-burung Ababil, menyebarkan kepada mereka batu-batu api neraka yang menghanguskan. perhatikan QS.105:1-5 )
Tidak hanya itu, pada hari yang sama, dan dalam kondisi zaman yang demikian penuh dengan kebodohan ini, seorang bayi bernama Muhammad, Allah melahirkan dari rahim seorang Ibu bernama Aminah, tepatnya 12 Rabi'ul Awal, tahun Gajah. Muhammad, dialah yang kemudian Allah pilih sebagai seorang Rasul, pembawa risalahNya, kepadanya Allah turunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk jalan kehidupan. Sejak itu muncul sebuah zaman baru yang sangat mengagumkan bagi bangkitnya kemnusiaan. Manusia yang benar-benar manusia, tunduk kepada Allah Penciptanya dan pencipta segala mahluk. Keadilan benar-benar ditegakkan, dan kedzaliman dihancurkan. Wanita dihargai kemanusiannya, minuman keras dilarang, kerena merusak akal dan kejahiliahan diperangi dan dimusnahkan.
Kini kita sedang berada di sebuah zaman yang kembali penuh dengan proses penghancuran kemanusiaan, mirip dengan zaman jahiliyah sebelum Nabi SAW dilahirkan. Minuman keras disahkan, aurat wanita dipertontankan. Yang kuat memeras dan menghanguskan yang lemah. Ajaran Allah dicampakkan. Orang-orang yang mencintai Allah dicemoohkan dan dipersulit jalan hidupnya. Akankah dalam kondisi yang sangat menyedihkan ini - Allah melahirkan seorang bayi yang kelak bangkit menjadi pembaharu, meneruskan perjuangan Rasulullah, menegakkan kebenaran, keadilan dan kemanuisaan. Mari kita berdo'a dan mari mulai dari diri kita untuk mengamalkan ajaran Rasulullah dengan sesungguh-sungguhnya dan sejujur-jujurnya.

Sabtu, 12 Februari 2011

NU Akan Bangun Islamic Centre Di Taiwan


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Pengurus Cabang Istimewa NU Taiwan akan segera membangun Islamic Centre di Pingtung, Taiwan. Hal ini disampaikan Drs. H. Asad Said Ali saat berkunjung ke Kantor Menteri Luar Negeri Taiwan, Kaitakelan 2 Blvd., Taipei.

Wakil Menteri Luar Negeri Taiwan, Su Tsun Shen, juga menyambut baik keinginan PBNU ini. “Saya mendukung rencana ini, semoga bisa berjalan dengan baik,” ujar Su Tsun Shen, 9 Februari 2011.
Asad juga mengenalkan Nahdlatul Ulama yang memakai konsep Islam toleran dalam dakwahnya. "Kami bukanlah Islam radikal. Kami menawarkan wajah Islam yang damai, yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah," lanjut Asad.

“Kami juga memohon dukungan dari para kiai agar niat baik ini segera terwujud, dan Islam aswaja berkembang di Negeri Formosa,” tambah Ketua PBNU Arvin Hakim Thoha yang ikut dalam rombongan.

Sebelumnya Ketua Chinese Moslem Association (CMA), Imam Ali, juga mendukung rencana ini. Bahkan Pimpinan CMA memersilakan warga Indonesia yang ingin menggunakan Masjid Besar dalam beraktivitas.

Hingga saat ini telah terkumpul dana sekitar 300 juta rupiah hasil donasi para TKI dan PCI NU Taiwan untuk modal awal pembangunan Islamic Centre di Tongkang-Pingtung.

Di Tongkang-Pingtung, PCI NU Taiwan selama ini membina Forum Silahturohmi Pelaut Indonesia (FOSPI). FOSPI ini berada di sebelah ujung selatan wilayah Taiwan, kurang lebih 250 km dari kota Taipei yang ada di ujung utara Taiwan. Dan pengajian rutin pun telah digelar secara berkala.

"Insya allah, Islamic Centre ini akan sangat bermanfaat bagi para TKI. Karena di Piingtung belum ada masjid sama sekali," tambah Ramdan Al Syiraj, Wakil Ketua PCI NU Taiwan, yang akrab disapa Rano. (bil)

MAULID NABI


Ketika memasuki bulan Rabiul Awal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian­pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi hari-hari bulan itu.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi:

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmnti bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia". (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, hal 251-252)

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT :

Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS Yunus, 58)

Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang tiadataranya. Sebagaimana firman Allah SWT:
Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya',107)

Sesunggunya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)

Betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari' at Islam. Sayyid Muhammad' Alawi al-Maliki mengatakan:

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian­bagiannya)”

“Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". (Mafahim Yajib an Tushahhah, 224-226)

Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah. Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAWakan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga di temukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj as-Salaf li Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 399)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.

SUNAT MEMUJI NABI DENGAN SYAIR
Allah ta’ala memuji penyair-penyair yang beriman dan mengasingkan mereka daripada kumpulan penyair yang dicela dengan firmanNya :
1) “…..Melainkan penyair-penyair yang beriman dan beramal salih serta banyak menyebut Allah………” (Assyua’ra:227)
Telah mentafsir Imam an-Nasafi, “Berzikir mengingati Allah dan bertilawah al-Quran adalah menjadi kebiasaan bagi mereka daripada bersyair. Apabila mereka menyampaikan syair , mereka bersyair pada mentauhid dan memuji Allah, tentang ilmu, peringatan, zuhud, budi pekerti, memuji Rasulullah dan sahabat serta orang-orang salih dan seumpamanya.”
2) Berkata Imam Bukhari di dalam `Al-Adab Al-Mufrad’ dan Thabarani di dalam `Al-Ausath’ daripada hadis marfu’ Abdullah Ibnu Omar, “Syair itu menempati percakapan, maka syair yang baik seperti percakapan yang baik dan syair yang keji seperti percakapan yang keji..”
3) Imam Thabarani meriwayatkan, bhawa ketika Nabi s.a.w. memasuki Madinah sekembalinya daripada perang Tabuk, berkata Ibnu Abbas, “Ya Rasulullah ! Adakah memberi keizinan kepada aku memuji engkau ? Bersabda Nabi, “Katakanlah ! Tidak akan mensadur Allah mulut engkau,” lalu ia memuji baginda dengan qasidah syair…..

Menyebut Mawardi di dalam al-Hawi dan Ruyani di dalam al-Bahri, bahwa syair terbahagi kepada ; haram, mubah dan sunat. Syair yang disunatkan itu dua bahagian. Pertama, syair yang menakuti dan memperingati huru-hara akhirat. Kedua, syair yang menekankan budi pekerti yang baik. Di antara syair yang disunatkan ialah memuji para nabi, sahabat, ahli taqwa dan seumpamanya.
Adapun hadis yang berbunyi, “Janganlah kamu memuji aku sebagaimana orang Nasrani memuji Isa Ibnu Maryam,” dilarang memuji sehingga menganggap nabi sebagai anak tuhan atau tuhan.
Firman Allah ta’ala, “ Berkata orang Nasrani, Isa itu anak tuhan.”( At-Taubah:30 ) FirmanNya, “Sesungguhnya menjadi kafir mereka (Nasrani) yang berkata bahawa Allah, tuhan yang ketiga daripada tiga tuhan.” (al-Maidah:73)

Tidak menjadi kesalahan mengagungkan Nabi s.a.w. dengan sangat, selagi tidak menganggapnya sebagai tuhan, karena telah didukung dengan hadis-hadis sahih, di antaranya :
Meriwayat Bukhari bahawa Urwah ibnu Mas’ud as-Saqafi menghadiri kepada Nabi s.a.w. di dalam Perjanjian Hudaibiyah . Sekembali Urwah kepada kaumnya lalu berkata, “…tidak pernah aku melihat seorang pun yang mengagungkan seseorang sebagaimana sahabat Muhammad mengagungkannya. Tidaklah Muhammad berludah satu ludahan, melainkan menyambut sahabatnya dengan tangan-tangan mereka, lalu melumurkan ke wajah mereka dan tidaklah ia berwudu’, melainkan mereka berebut-rebut kepada air wudu’nya untuk mengambil barakat, sedangkan ia mengiktiraf dan tidak mengingkari perbuatan mereka itu dan mereka ( sahabat ) tidak menajamkan pandangan kepadanya.”

Telah ijma’ ulama’ tentang diperbolehkannya berseru meminta pertolongan dan bertawasul dengan mengambil barakat Nabi s.a.w. Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih, daripada Malik addar , berkata, “ Telah menimpa musibah kemarau pada orang ramai di zaman Umar al-Khatab, lalu datang seorang lelaki ( Bilal Ibnu Haris al-Muzani ) ke kubur Nabi s.a.w. dan berseru, “ Ya Rasulullah ! Mintalah supaya diturunkan hujan bagi umatmu kerana sesungguhnya mereka itu sedang binasa.” Lalu hadir rasulullah di dalam mimpinya dan baginda berkata, “Pergilah kepada Umar dan sampaikan salamku kepadanya…..”.
Dalam hadis ini , lelaki berkenaan telah memberitahu kepada saidina Umar tentang kisah tersebut, akan tetapi saidina Umar dan sahabat-sahabat yang lain tidak mengingkari perbuatan lelaki itu.  Wallahu a’lam