Diantara salah satu hal yang harus diimani seorang mukmin adalah keberadaan malaikat yang memiliki berbagai tugas dari Allah swt. Baik yang berhubungan langsung dengan manusia ataupun dengan makhluk lain.
Dalam kitabnya Al-Jawahir al-Kalamiyyah, Syaikh Thahir bin Shalih al-Jazairi menerangkan bahwa malaikat adalah :
هم أجسام لطيفة مخلوقة من نور لايأكلون ولايشربون وهم عباد مكرمون لايعصون الله ما أمرهم ويفعلون مايؤمرون
Makhluk Allah swt yang tercipta dari cahaya dalam bentuk jisim halus, malaikat tidak makan dan tidak minum. Mereka adalah makhluk mulia yang taat kepada Allah dan tidak pernah melanggar apa yang diperintahkannya.
Sesama makhluk yang diciptakan oleh Allah swt, wajar saja jika manusia ingin mengetahui makhluk yang diceritakan penuh kemuliaan, makhluk yang pernah mengawal dan selalu setia menemani Rasulullah saw baik dalam suka maupun duka. Pertanyaannya kemudian mungkinkah manusia dapat berjumpa dengan malaikat? Mengenai hal ini syaikh Thahir al-Jazairi melanjutkan keterangannya bahwa:
لايرى البشر غير الأنبياء الملائكة اذا كانوا على صورهم الاصلية لانهم اجسام لطيفة كما انهم لايرون الهواء مع كونه جسما مالئا للفضاء لكونه لطيفا واما اذا تشكلوا بصورة جسم كثيف كالانسان فيرونهم ورؤية الانبياء لهم على صورهم الاصلية خصوصية خصوا بها لتلقى المسائل الدينية والاحكام الشرعية
Manusia tidak bisa melihat bentuk asli malaikat kecuali para nabi. Karena, sebagaimana diterangkan di atas malaikat tercipta dari jisim halus (jismin lathifin) seperti udara di dalam ruangan yang tidak dapat dilihat dengan mata (tetapi bisa dirasa kehadirannya). Namun apabila malaikat mewujudkan dirinya dalam bentuk raga kasar (jismin katsifin) sebagaimana manusia maka semua orang bisa melihatnya. Adapun kemampuan para nabi melihat malaikat dalam bentuknya yang asli (jisim halus) tidak lain merupakan kekhusushan yang diberikan Allah swt kepada mereka guna menyelesaikan berbagai masalah keagamaan dan hukum-hukum syariah.
Keterangan di atas sesuai dengan pengalaman Rasulullah saw ketika menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Maka terjadilah komunikasi antar keduanya baik dalam penjelmaannya dalam bentuk manusia biasa maupun dalam bentuknya sebagai malaikat yang asli (jisim halus). Khusus untuk komunikasi bentuk terakhir ini Rasulullah saw harus berusaha memindhakan dirinya dari alam lahiriah yang kasar ini ke alam spiritual. Karena komunikasi hanya akan terjadi ketika kedua komunikator dalam frekwensi yang sama. (ulil H)